Walau kita sering dikejar dan berada diujung waktu.
Walau kita saling berjauhan beribu batu.
Sayangku,
Akanku selimutkan sekujur tubuhmu yang sentiasa kedinginan
dengan tawaku,
Akanku cium ubunmu dengan desah nafasku,
Akanku ubati bisa-bisamu dengan sentuhan magisku.
Akanku bacakan segalanya tentang memori kita dari masa lalu,
sebelum ketiduranmu,
Buat kekuatanmu.
Kembalilah, sayangku.
Aku masih perlukan
kamu lebih dari dahulu,
Aku masih butuh tawamu,
Aku masih butuh sinar dari matamu,
Aku masih perlukan kata-katamu yang selalu bisa buat aku
kembali rasa aku masih ada perjuangan yang perlu.
Manisku,
Kamu selalu bertanyakan tentang mengapa aku tidak sedikitpun
menulis tentangmu.
Lalu jawabku; “Aku tidak tahu bagaimana mau nulis tentang
perkara yang bikin aku bahgia. Aku cuma tahu nulis tentang kesedihan-kesedihan
yang aku rasa,”
Aku sedang bersedih untukmu, sayang. Dan aku sedang nuliskan
ini buatmu sambil berjujuran air mataku.
Bangkitlah, sayangku.
Aku tau kamu akan
gembira mendengarkan perkhabaran yang aku nulis sesuatu buatmu.
Aku tau kamu akan seka air mataku sebelum aku juga, terbujur
kaku.