Tuhan,
Mengapa aku masih dalam pekatnya kegelapan?
Mengapa aku masih teraba-raba mencari arahnya jalan-Mu?
Mengapa aku masih menanti sesuatu yang aku sendiri belum pasti?
Ajarkan aku, Tuhan.
Ajarkan aku bagaimana untuk aku mencari cahaya-Mu.
Ajarkan aku bagaimana untuk aku merasa selesa di atas tiap-tiap ujian-Mu yang menghimpap aku dalam berjuta persoalan.
Ajarkan aku bagaimana untuk selalu berlapang dada pada setiap helaian cobaan.
Tolong aku, Tuhan.
Aku hampir lelah.
Yang benar,
Hamba-Mu yang lemah.
Sonata Rindu
Jutaan bintang di kaki langit sedang menyanyi seenaknya.
Sang Bulan yang ada di sebalik awan pula tersipu malu mau menunjukkan cahayanya.
Malah aku pula, sedang erat dipeluk tanah memerhatikan gelagat mereka.
Kelihatannya, ada sepasang bintang yang begitu enak menyanyi bersama.
Mereka sungguh-sungguh bahagia.
Alangkah bahagianya jika kita juga sama seperti mereka, sayangku.
Kamu ada disebelahku, menyanyikan lagu untukku sambil memeluk erat tubuhku.
Mungkin aku juga akan jadi seperti Sang Bulan itu, yang akan tersipu malu bagi menunjukkan rasa suka aku.
MALAM AUGUSTUS
Aku mengizinkanmu menyelinap ke kamarku lalu melenyapkan gebar kegemaranku dan menghangatkanku dengan pelukanmu.
Aku mengizinkanmu merasuki tubuhku dan menjelajah segenap pemikiranku yang terlalu penuh denganmu.
Aku mengizinkanmu menguasai seluruh duniaku tanpa aku merahasiakan apapun darimu.
Sayang, aku selalu mengizinkanmu melakukan apapun maumu.
Aku kira, pada malam Augustus ini, kita cuma bisa saling mengizinkan Sang Rindu menyelinap, merasuki, serta melenyapkan kita yang terasing sedari tadi.
Boomerang
Sore tadi, tanpa isyarat apapun, kamu pergi menginggalkan
segala yang kita pernah punya.
Bersaksikan hujan dan airmata, mereka seperti
rela buat kesekian kalinya.
Seketika
itu, aku masih betah memerhatikanmu dari jauh, bersendiri.
Bertemankan
memori-memori kita yang masih ada, aku utuh berdiri menunggu kamu yang aku
pasti, akan kembali.