About:  20. WEIRD, TWISTED AND DROWNING.

Archives: May 2015June 2015July 2015August 2015
Keberadaan

Ada air mata yang sedang mengalir lesu
Ada hati yang sedang syahdu
Ada wajah yang sedang berlagu sayu
Ada   pujangga   yang   sedang   merindu.
Ada   pujangga   yang   sedang   merindu.
Ada   pujangga   yang   sedang   merindu.


Kelihatannya, malam ini bukan punya mereka.
Kelihatannya malam ini menambah derita.
Tidur kekasihnya mungkin tersangat lena,
Sehingga Sang Pujangga begitu tenang menyimpan segala rahsia;
walaupun begitu banyak yang perlu dikongsi rasa duka
 sepanjang ketiadaannya.


Akhirnya
Sang Pujangga cuma berdiam
Menanti subuh menjelang
Melagukan syair-syair syahdu
Berharap angin akan menyampaikan segala kerinduan
Yang sedang bersesak, buat kekasihnya.

Belalulah, mantan kekasihku.



Maafkan kebisuan lidahku.
Ampunkan kelantangan hatiku.
Bisik aku cuma dalam pesta keramaian.
Jerit aku cuma dalam perpustakaan.
Kerana tatkala bicara tentangmu,
denganmu,
ada satu perkara paling menghiriskan:

Kenangan.


- Wani Ardy, (Mesin Cahaya Masa)

Setelah Sore Semalam

Setelah sore beransur pergi,
Dengan begitu perlahan, gadis itu mempersiapkan diri.
Dia memakai gaun hitam kegemaran bekas kekasihnya, menyanggul rambutnya dan memakai wangi-wangian; kelihatannya anggun sekali.

Malam ini dia punya temujanji.
Temujanji bersama dirinya sendiri.
Dia ingin ke tepi tasik toba dan melepaskan segala siksa yang ada.
Setelah itu, dia ingin menari mengikut rentak lagu yang terpaling sayu-- bersendiri.
Pabila bulan dan bintang-bintang muncul nanti, dia akan menanyakan tentang hatinya yang telah mati.
Dia ingin menanyakan tentang semangatnya yang hilang-- tiada.
 Dia ingin menanyakan mereka adakah mereka terlihat akan rerama putih yang selalu menemaninya di saat mereka berselindung disebalik awan putih.

Gadis itu kemudiannya keluar dari kamar dukanya dan kemudian berjalan perlahan menuju ke tasik toba kegemarannnya.

Tanpa disedarinya, dia sedang diperhatikan saorang laki-laki yang patah hatinya, dan juga rapuh jiwanya. Lelaki ini juga sedang di dalam perjalanannya ingin menuju ke tasik toba. Barangkali mereka punya agenda yang sama.

Akan tetapi, tanpa disedari sang laki-laki itu pula, tiba-tiba kedengaran satu suara datang berbisik di telinga halusnya; “Lihatlah perempuan itu. Dia sedang memakai wangian yang berbau rintihan. Bajunya juga bertampal-tampal. Rambutnya jatuh berguguran. Dan kelihatannya--sangat kasihan. Lebih kurang aja seperti kamu yang sedang memakai wangian duka, baju yang lusuh tiada berwarna dan rambutmu juga hampir tiada. Pergilah kamu menemaninya menari di tasik toba kalian. Menarilah dan bicaralah hal yang mendatangkan senyuman, meskipun kalian sedang tidak betah. Bicara saja di dalam bisu yang terpaling indah.”

Peninggalan Yang Tiada Sudah


Hujan sedang menari-nari; lebat.
Lalu aku mencapai baju hangat yang kamu hadiahkan buatku sebelum aku pergi meninggalkanmu pada setahun yang lalu.
Sambil mendengar lagu-lagu pilu yang pernah kamu nyanyikan buatku.
Sambil aku membayangkan bahwa kamu sedang membancuh kopi panas buatku-- sama seperti selalu.

Sayang,
Tlah begitu lama--
Aku coba untuk tulis sebuah sajak di atas kertas putih.
Tetapi akhirnya; aku cuma bisa merintih.

Ada beberapa cerita yang masih belum sempat aku sampaikan.
Ada beberapa duka yang masih belum bisa aku sembuhkan.
Ada beberapa senyuman yang masih belum sempat aku kirimkan-- pada setiap saat aku di kejauhan.

Aku sedang merinduimu, kekasihku.

Tiada terlintaskah di hatimu untuk terus menyanyikan aku lagu-lagu yang kamu cipta buatku pada tiap malam-malam kita yang begitu pilu?

Musik




Ayuh, sayang.

Ayuh nyanyikan sajak-sajak yang tlah aku cipta buat kamu,

walau ia pernah berlagu sayu,

 suatu ketika dulu.

Topeng



Apa kamu cuma bidadara jelmaan syaitan yang tugasnya cumaan untuk robek-robek, carik-carik, goreng-goreng hati yang sudah terlalu lama garing untuk ditayangkan pada tiap seorang penontonmu?

Sedang kamu tau kamu telah punya lebih dari sepenuh jiwa aku.
Sedang kamu tau aku cinta kamu lebih dari yang kamu tau.
Sedang kamu tau segala nanah, luka dan parut yang  ada itu tlah sembuh atas sentuhan magismu.


Apa kamu masih perlu tahu lebih dari itu, wahai ahli silap mataku?

PERSIAPAN YANG BEGITU PERLU

Wahai Sang Arjuna,

Sebentar lagi kita akan bersua. Tetapi kali ini rasanya begitu berbeda. Kita bukan lagi pasangan kekasih yang akan begitu suka meraikan cinta. Kita bukan lagi seperti sang merpati seperti yang selalu mereka kata. Tidak akan ada lagi rasa gembira melonjak tiada lagi rasa bahgia yang meloncat tiada lagi rasa seperti di awang-awangan.



Yang tinggal cuma sisa. Sisa yang begitu layu dan lemah, benci, serta gunungan dendam yang berantakkan untuknya atas apa yang tlah begitu lama kita berdua pendamkan.
Kita sudah saling tidak mengenali sesama kita lagi kali ini. 
Kita sudah begitu terluka.
Kita sudah terlalu leka dan alpa dengan kita.
Kita juga sudah terlalu tidak bahgia.

Tetapi kali ini, aku perlu mengumpul kekuatan untuk sebentar lagi. Aku juga merayu pada Tuhan untuk tetap memeluk aku, biarkan aku berdiri dihadapanmu sama seperti wirawati yang sentiasa penuh semangat yang begitu terlalu tanpa ada rasa sedikitpun lemah walaupun sebesar  zarah.


Ah! Berbunyi pula handphone-ku ketika sedang aku mengumpulkan kekuatan dengan menulis catatan ini.

Ada pesanan ringkasmu yang berbunyi; "Aku dah sampai ni. Turunlah. Mungkin ini kali terakhir kita bersua"

Dan aku cuma membalas lemah; "Sebentar, sayang. Aku sedang bersiap-siap untuk ditinggalkan"

Kryptonite

“Wahai bekas kekasihku, bagaimana khabarmu? Apa kamu sihat? Sedang bagaimana kamu?”

“Hi, adakah aku mengenalimu? Mengapa pula aku dilabelkan sebagai bekas kekasihmu? Kemungkinannya, kamu tersilap orang ya?”

“Tidak mungkin. Namamu dan nombor handphone-mu itu masih segar didalam ingatanku”
“Jadi beritahu aku, siapa kamu? Aku masih lagi merasa yang kamu ini tersalah menganggap aku ini bekas kekasihmu kerna setahu aku, bekas kekasihku semuanya tlah lama mati.”

“Apa kamu lupa, sayang? Akulah yang akan selalu bawa kamu ke taman bunga dan akan menyelitkan sekuntumnya di telingamu. Aku juga yang akan selalu menyanyikan kamu pada tiap-tiap lewat malam sehingga ketiduranmu. Aku juga yang akan selalu menghadirkan senyumanmu setiap hari, pada setahun yang lalu. Dan aku juga yang akan selalu meninggalkan ka.... ..”

“Berhenti! Serasa aku, aku tlah mengingati kamu. Maaf ya, aku kira kamu udah mati diranap janji-janjimu yang kemarin. Aku kira kamu udah mati digilis serpihan-serpihan hatiku yang begitu terluka angkara tindakanmu yang terlalu. Aku kira kamu udah mati dibunuh memori-memori basi tentang diriku. Dan aku; masih mengingati segalanya tentang senyumanmu, tawamu, egoismu. Dan setelah aku melakukan kira-kira, kamu itu....”

“Akhirnya, kamu mengingati aku juga. Tidak mengapa jika semuanya hanya yang buruk-buruk saja. Aku masih tega mendengarnya. Aku cuma mau kamu tau yang aku cinta kamu lebih dari selalu, sayangku. Aku sedang mengumpul uang untuk kita mendirikan ru ..........”



“... kamu itu cuma masa laluku yang terpaling berdosa. Selamat tinggal, bekas kekasihku”

Adrenalin

Sayang, apa perlu aku ingatkan kamu sekali lagi tentang manusia-manusia  yang cuma akan tau memaki hamun tanpa ada rasa apa-apa yang tlah kita rasa?

Mereka tidak sedikitpun melalui jalan-jalan berliku dan berduri yang tlah kita berdua bersempit-sempit melaluinya. Mungkin jalan-jalan yang mereka lalui itu lebih gampang atau lebih berliku; siapa yang tahu?

Jadi, ayuh kita persetankan semua nista yang bergelempangan angkara syaitan-syaitan yang sedang bertopengkan manusia hanya untuk kita berdua, kekasihku. Ayuh kita menganggap yang mereka itu cuma serpihan yang berlalu dibawa angin bisu seperti bunyian dedaun kering; yang cuma akan 
berbunyi dibawa angin lalu; sehinggalah ia disapu.

Kemudian, mereka akan diam membatu setelah lelah menjadi pengganti bising-bising yang berantakan di setiap helai kesibukan.


Usah kamu khuatir, manisku. Kita tetap akan terbela dalam rimbunan kasih Tuhan; atas apa yang masih kita pertahankan. 

Theme by ANXN, with inspiration credits from CW. The camera image is found here.